Post by Muhamad Hendra on Aug 4, 2012 21:53:59 GMT -5
Muhammad Reynaldi (12), mungkin menjadi salah satu potret buruknya pengelolaan administrasi pendidikan di Indonesia. Cuma gara-gara rapornya hilang, Reynaldi yang sudah duduk di kelas IV SD, tak bisa melanjutkan sekolahnya. Dia terpaksa pindah sekolah. Namun karena tak ada bukti Reynaldi pernah bersekolah, dia terpaksa mengulang kembali dari kelas 1 SD.
Awalnya Reynaldi bersekolah di SD 1 KIP Barabarayya, Makassar. Prestasi di sekolahnya cukup baik. Reynadi beberapa kali masuk 10 besar di kelasnya. Tahun 2009 lalu, saat Reynaldi akan naik kelas V SD, tiba-tiba pihak sekolah meminta rapornya. Reynaldi heran karena dia yakin sudah menyerahkan rapor pada wali kelasnya.
"Jadi rapor hilang itu bukan di rumah. Tapi di sekolah. Reynaldi sudah menyerahkan rapor itu pada wali kelasnya," kata Ani, orang tua, Reynaldi saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (12/7).
Masalah timbul karena pihak sekolah mengaku tidak memiliki data-data cadangan soal nilai-nilai Reynaldi selama bersekolah. Kepala Sekolah beralasan data-data milik Reynaldi ada di Dinas Pendidikan Kota Makassar dan Balaikota. Tapi mereka menolak memberikan pengantar bagi orang tua Reynaldi.
"Karena tidak ada surat pengantar dari sekolah, saya tidak diterima di Dinas Pendidikan. Di Balaikota pun tidak ada jawaban. Anak saya jadi tidak bisa bersekolah. Masak dia harus mengulang dari kelas 1 SD karena tidak ada catatan nilainya," kata Ani.
Ani pun menanyakan apakah Reynaldi mau mengulang? Reynaldi mengangguk. "Biar saja mengulang, asalkan bersekolah," kata Ani menirukan ucapan anaknya.
Agar tak malu, Ani membawa Reynaldi pindah sekolah. Lagi-lagi karena alasan tak ada data siswa dan rapor, Reynaldi pun tak bisa langsung duduk di kelas V SD. Dia harus mengulang dari kelas I SD. Tapi semua dijalani bocah kelahiran 26 Juni 2000 ini dengan tabah.
"Tahun ini dia baru naik ke kelas III SD. Padahal usianya sudah 12 tahun. Teman-temannya di sekolah lama sudah lulus SD dan masuk SMP semua," isak Ani sedih.
Ani menyesalkan pejabat dinas pendidikan yang tidak mau menolong anaknya. Dia berharap mereka mau membantu anaknya yang harus terhambat gara-gara persoalan sepele.
"Saya sudah coba kemana-mana. Tapi tidak ada yang mau bantu," keluhnya. Tragis.
Gila tuh, masak guru-gurunya gak ada yang ngerasa ngajar si murid?
Pake gak mau ngasih surat pengantar lagi
Awalnya Reynaldi bersekolah di SD 1 KIP Barabarayya, Makassar. Prestasi di sekolahnya cukup baik. Reynadi beberapa kali masuk 10 besar di kelasnya. Tahun 2009 lalu, saat Reynaldi akan naik kelas V SD, tiba-tiba pihak sekolah meminta rapornya. Reynaldi heran karena dia yakin sudah menyerahkan rapor pada wali kelasnya.
"Jadi rapor hilang itu bukan di rumah. Tapi di sekolah. Reynaldi sudah menyerahkan rapor itu pada wali kelasnya," kata Ani, orang tua, Reynaldi saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (12/7).
Masalah timbul karena pihak sekolah mengaku tidak memiliki data-data cadangan soal nilai-nilai Reynaldi selama bersekolah. Kepala Sekolah beralasan data-data milik Reynaldi ada di Dinas Pendidikan Kota Makassar dan Balaikota. Tapi mereka menolak memberikan pengantar bagi orang tua Reynaldi.
"Karena tidak ada surat pengantar dari sekolah, saya tidak diterima di Dinas Pendidikan. Di Balaikota pun tidak ada jawaban. Anak saya jadi tidak bisa bersekolah. Masak dia harus mengulang dari kelas 1 SD karena tidak ada catatan nilainya," kata Ani.
Ani pun menanyakan apakah Reynaldi mau mengulang? Reynaldi mengangguk. "Biar saja mengulang, asalkan bersekolah," kata Ani menirukan ucapan anaknya.
Agar tak malu, Ani membawa Reynaldi pindah sekolah. Lagi-lagi karena alasan tak ada data siswa dan rapor, Reynaldi pun tak bisa langsung duduk di kelas V SD. Dia harus mengulang dari kelas I SD. Tapi semua dijalani bocah kelahiran 26 Juni 2000 ini dengan tabah.
"Tahun ini dia baru naik ke kelas III SD. Padahal usianya sudah 12 tahun. Teman-temannya di sekolah lama sudah lulus SD dan masuk SMP semua," isak Ani sedih.
Ani menyesalkan pejabat dinas pendidikan yang tidak mau menolong anaknya. Dia berharap mereka mau membantu anaknya yang harus terhambat gara-gara persoalan sepele.
"Saya sudah coba kemana-mana. Tapi tidak ada yang mau bantu," keluhnya. Tragis.
Gila tuh, masak guru-gurunya gak ada yang ngerasa ngajar si murid?
Pake gak mau ngasih surat pengantar lagi