Post by Muhamad Hendra on Aug 4, 2012 21:47:20 GMT -5
Selain menghimbau agar umat Islam bertoleransi pada mereka yang tidak berpuasa, Sukana juga mengingatkan pemerintah agar konsisten dalam penerapan aturan. Jika memang melarang tempat hiburan buka siang hari misalnya, aturan itu harus ditegakkan. Bila peraturannya jelas, maka takkan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Bukan mustahil, lanjutnya lagi, upaya menutup restoran secara paksa atau sweeping terjadi karena kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang hanya membuat aturan sebatas jam operasional tempat hiburan. Sebab, pelaksanaannya di lapangan tidak dijalankan secara konsisten.
“Akibatnya timbul ketidakpercayaan, kemudian ada kelompok masyarakat yang beraksi sendiri,” ujarnya. Namun Sukana menegaskan, dia tetap tidak mendukung sikap anarkis.
Menurut dia, yang seharusnya terjadi adalah, pemerintah menegakkan aturan dan masyarakat maupun organisasi massa sebatas pendorong agar menerapkan aturan yang sudah dibuat. Sebaiknya rangkul masyarakat yang ingin berkontribusi terhadap penegakan aturan selama Ramadan, sehingga semuanya terkontrol.
Secara terpisah, Pendeta Mori Sihombing, Praeses Distrik VIII HKBP mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia sangat heterogen. Karena itu, dia mengharapkan agar ada saling menghargai serta toleransi antarumat beragama.
Termasuk pada Ramadan ini. Dia menyarankan agar masyarakat non muslim pun menghargai hak-hak masyarakat muslim untuk berpuasa. “Hendaknya toleransi ditunjukkan dengan tidak makan minum di tempat umum. Ketika mereka bertandang ke tempat kita, jangan suguhkan makanan dan minuman karena mereka sedang menjalankan ibadah puasa,” ujarnya lagi.
Selain itu, menurut Mori dalam melakukan komunikasi di mana pun janganlah mengeluarkan perkataan-perkataan yang menyinggung perasaan. “Kita harus ikut menjaga hati saudara-saudara kita untuk bisa menjalankan puasa dengan tenang. Jangan sampai kita melukai hati orang,” katanya.
Sejalan dengan itu, Pendeta Mori juga mengharapkan agar umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa bisa menghargai pemeluk agama lain. “Ini diartikan dengan tidak memaksa orang lain untuk ikut tidak makan dan minum, hanya karena mereka sedang berpuasa,” jelasnya.
Karena itu, terkait dengan upaya penutupan paksa restoran misalnya, dia minta agar pemerintah melindungi hak-hak masyarakat termasuk pengusaha. “Harus dilihat pula nasib para pegawainya. Dari mana mereka mendapat gaji bila usahanya ditutup.” tambahnya.
Jadi pada intinya, sikap saling menghargai sangat diperlukan dalam bersosialisasi di lingkungan kehidupan masyarakat yang heterogen ini. Di antaranya dengan tidak menghentikan usaha masyarakat seperti penutupan paksa tempat makan. Sebab masih banyak masyarakat lain yang membutuhkan tempat usaha tersebut.
gw sih ga setuju sama penutupan paksa..
apa haknya coba
Mendingan:
1. Saling menghormati
2. Yang puasa menghormati yang ga puasa dengan cara ga sewenang2 gitu
3. Yang ga puasa menghormati yang puasa dengan cara ga makan di depannya.
Nyaman Tentram kan?
Bukan mustahil, lanjutnya lagi, upaya menutup restoran secara paksa atau sweeping terjadi karena kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang hanya membuat aturan sebatas jam operasional tempat hiburan. Sebab, pelaksanaannya di lapangan tidak dijalankan secara konsisten.
“Akibatnya timbul ketidakpercayaan, kemudian ada kelompok masyarakat yang beraksi sendiri,” ujarnya. Namun Sukana menegaskan, dia tetap tidak mendukung sikap anarkis.
Menurut dia, yang seharusnya terjadi adalah, pemerintah menegakkan aturan dan masyarakat maupun organisasi massa sebatas pendorong agar menerapkan aturan yang sudah dibuat. Sebaiknya rangkul masyarakat yang ingin berkontribusi terhadap penegakan aturan selama Ramadan, sehingga semuanya terkontrol.
Secara terpisah, Pendeta Mori Sihombing, Praeses Distrik VIII HKBP mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia sangat heterogen. Karena itu, dia mengharapkan agar ada saling menghargai serta toleransi antarumat beragama.
Termasuk pada Ramadan ini. Dia menyarankan agar masyarakat non muslim pun menghargai hak-hak masyarakat muslim untuk berpuasa. “Hendaknya toleransi ditunjukkan dengan tidak makan minum di tempat umum. Ketika mereka bertandang ke tempat kita, jangan suguhkan makanan dan minuman karena mereka sedang menjalankan ibadah puasa,” ujarnya lagi.
Selain itu, menurut Mori dalam melakukan komunikasi di mana pun janganlah mengeluarkan perkataan-perkataan yang menyinggung perasaan. “Kita harus ikut menjaga hati saudara-saudara kita untuk bisa menjalankan puasa dengan tenang. Jangan sampai kita melukai hati orang,” katanya.
Sejalan dengan itu, Pendeta Mori juga mengharapkan agar umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa bisa menghargai pemeluk agama lain. “Ini diartikan dengan tidak memaksa orang lain untuk ikut tidak makan dan minum, hanya karena mereka sedang berpuasa,” jelasnya.
Karena itu, terkait dengan upaya penutupan paksa restoran misalnya, dia minta agar pemerintah melindungi hak-hak masyarakat termasuk pengusaha. “Harus dilihat pula nasib para pegawainya. Dari mana mereka mendapat gaji bila usahanya ditutup.” tambahnya.
Jadi pada intinya, sikap saling menghargai sangat diperlukan dalam bersosialisasi di lingkungan kehidupan masyarakat yang heterogen ini. Di antaranya dengan tidak menghentikan usaha masyarakat seperti penutupan paksa tempat makan. Sebab masih banyak masyarakat lain yang membutuhkan tempat usaha tersebut.
gw sih ga setuju sama penutupan paksa..
apa haknya coba
Mendingan:
1. Saling menghormati
2. Yang puasa menghormati yang ga puasa dengan cara ga sewenang2 gitu
3. Yang ga puasa menghormati yang puasa dengan cara ga makan di depannya.
Nyaman Tentram kan?